Propiedad intelectual Formación en PI Respeto por la PI Divulgación de la PI La PI para... La PI y… La PI en… Información sobre patentes y tecnología Información sobre marcas Información sobre diseños industriales Información sobre las indicaciones geográficas Información sobre las variedades vegetales (UPOV) Leyes, tratados y sentencias de PI Recursos de PI Informes sobre PI Protección por patente Protección de las marcas Protección de diseños industriales Protección de las indicaciones geográficas Protección de las variedades vegetales (UPOV) Solución de controversias en materia de PI Soluciones operativas para las oficinas de PI Pagar por servicios de PI Negociación y toma de decisiones Cooperación para el desarrollo Apoyo a la innovación Colaboraciones público-privadas Herramientas y servicios de IA La Organización Trabajar con la OMPI Rendición de cuentas Patentes Marcas Diseños industriales Indicaciones geográficas Derecho de autor Secretos comerciales Academia de la OMPI Talleres y seminarios Observancia de la PI WIPO ALERT Sensibilizar Día Mundial de la PI Revista de la OMPI Casos prácticos y casos de éxito Novedades sobre la PI Premios de la OMPI Empresas Universidades Pueblos indígenas Judicatura Recursos genéticos, conocimientos tradicionales y expresiones culturales tradicionales Economía Financiación Activos intangibles Igualdad de género Salud mundial Cambio climático Política de competencia Objetivos de Desarrollo Sostenible Tecnologías de vanguardia Aplicaciones móviles Deportes Turismo PATENTSCOPE Análisis de patentes Clasificación Internacional de Patentes ARDI - Investigación para la innovación ASPI - Información especializada sobre patentes Base Mundial de Datos sobre Marcas Madrid Monitor Base de datos Artículo 6ter Express Clasificación de Niza Clasificación de Viena Base Mundial de Datos sobre Dibujos y Modelos Boletín de Dibujos y Modelos Internacionales Base de datos Hague Express Clasificación de Locarno Base de datos Lisbon Express Base Mundial de Datos sobre Marcas para indicaciones geográficas Base de datos de variedades vegetales PLUTO Base de datos GENIE Tratados administrados por la OMPI WIPO Lex: leyes, tratados y sentencias de PI Normas técnicas de la OMPI Estadísticas de PI WIPO Pearl (terminología) Publicaciones de la OMPI Perfiles nacionales sobre PI Centro de Conocimiento de la OMPI Informes de la OMPI sobre tendencias tecnológicas Índice Mundial de Innovación Informe mundial sobre la propiedad intelectual PCT - El sistema internacional de patentes ePCT Budapest - El Sistema internacional de depósito de microorganismos Madrid - El sistema internacional de marcas eMadrid Artículo 6ter (escudos de armas, banderas, emblemas de Estado) La Haya - Sistema internacional de diseños eHague Lisboa - Sistema internacional de indicaciones geográficas eLisbon UPOV PRISMA UPOV e-PVP Administration UPOV e-PVP DUS Exchange Mediación Arbitraje Determinación de expertos Disputas sobre nombres de dominio Acceso centralizado a la búsqueda y el examen (CASE) Servicio de acceso digital (DAS) WIPO Pay Cuenta corriente en la OMPI Asambleas de la OMPI Comités permanentes Calendario de reuniones WIPO Webcast Documentos oficiales de la OMPI Agenda para el Desarrollo Asistencia técnica Instituciones de formación en PI Apoyo para COVID-19 Estrategias nacionales de PI Asesoramiento sobre políticas y legislación Centro de cooperación Centros de apoyo a la tecnología y la innovación (CATI) Transferencia de tecnología Programa de Asistencia a los Inventores (PAI) WIPO GREEN PAT-INFORMED de la OMPI Consorcio de Libros Accesibles Consorcio de la OMPI para los Creadores WIPO Translate Conversión de voz a texto Asistente de clasificación Estados miembros Observadores Director general Actividades por unidad Oficinas en el exterior Ofertas de empleo Adquisiciones Resultados y presupuesto Información financiera Supervisión
Arabic English Spanish French Russian Chinese
Leyes Tratados Sentencias Consultar por jurisdicción

Reglamento del Gobierno N° 1 del 29 de diciembre de 1989, sobre la traducción y/o reproducción de las obras en las esferas de la educación, la ciencia, la investigación y el desarrollo, Indonesia

Atrás
Versión más reciente en WIPO Lex
Detalles Detalles Año de versión 1989 Fechas Entrada en vigor: 14 de enero de 1989 Publicación: 14 de enero de 1989 Tipo de texto Normas/Reglamentos Materia Derecho de autor Notas © 2010. PT Justika Siar Publika (www.hukumonline.com / en.hukumonline.com)

En la notificación de Indonesia a la OMC de conformidad con el artículo 63.2 del Acuerdo sobre los ADPIC se establece lo siguiente:
'Este reglamento contiene disposiciones relativas a la aplicación del artículo 15 de la Ley del Derecho de Autor, sobre licencias obligatorias.'

Documentos disponibles

Textos principales Textos relacionados
Textos principales Textos principales Indonesio Peraturan Permerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Penerjemahan Dan/Atau Perbanyajan Ciptaan Untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian Dan         Inglés Government Regulation No. 1 of December 29, 1989 on translation and/or reproduction of works in the field of education, sciences, research and development     
 
Descargar PDF open_in_new
 
Descargar PDF open_in_new

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU

PENGETAHUAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, dipandang perlu mengatur lebih lanjut hal-hal mengenai pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan penelitian dan pengembangan.

Mengingat:

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 15 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3271) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3362).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Pendidikan adalah usaha atau kegiatan untuk menyiapkan peserta didikan melalui lembaga bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
  2. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metoda-metoda tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dalam bidang tersebut.
  3. Penelitian dan pengembangan adalah usaha ilmiah yang sistematis untuk menemukan hal-hal yang baru,

memecahkan sesuatu masalah, menguji kebenaran hipotesa atau teori, dan mencari penerapan praktis.

BAB II

PELAKSANAAN PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN

Pasal 2

Untuk kepentingan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, Pemerintah dapat minta, dan jika tidak bersedia membebankan kewajiban, kepada pemegang Hak Cipta sesuatu ciptaan yang selama 3 (tiga) tahun sejak diumumkan dimanapun juga belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk menerjemahkan ciptaannya tersebut ke dalam bahasa Indonesia dan/atau memperbanyaknya di wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 3

(1)
Permintaan atau kemudian pembebanan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberitahukan oleh Menteri Kehakiman atas nama Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Menteri Kehakiman dengan surat tercatat melalui dinas Pos dan bilamana dimungkinkan melalui saluran diplomatik.
Pasal 4
(1)
Pernyataan kesediaan untuk memenuhi permintaan guna melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia disampaikan oleh Pemegang Hak Cipta kepada Menteri Kehakiman selambat-lambatnya dalam waktu 8 (delapan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan Menteri Kehakiman oleh dinas Pos.
(2)
Pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan harus telah mulai dilakukan oleh Pemegang Hak Cipta selambat-lambatnya dalam waktu 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan tersebut oleh dinas Pos.
(3)
Dalam hal pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan dilakukan melalui perjanjian lisensi, maka hal itu harus dilakukan melalui cara kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan.

Pasal 5

Dalam keadaan tertentu, Pemerintah dapat mempertimbangkan permintaan Pemegang Hak Cipta untuk tidak melaksanakan penerjemahan dan perbanyakan ciptaan tersebut sekaligus, melainkan hanya memperbanyak saja.

Pasal 6

Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Pemegang Hak Cipta secara tertulis menyatakan tidak bersedia memenuhi permintaan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, atau tidak memberi tanggapan sama sekali, maka kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan diberitahukan adanya kewajiban untuk memberikan lisensi kepada badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaannya di wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 7

(1)
Apabila Pemegang Hak Cipta secara tertulis menyatakan tidak bersedia untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau tidak memberi tanggapan sama sekali, Pemerintah melaksanakan sendiri penerjemahan dan atau perbanyakan tersebut dengan memberikan imbalan yang wajar kepada Pemegang Hak Cipta.
(2)
Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kehakiman setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dan Menteri Keuangan.
(3)
Pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak merupakan pelanggaran Hak Cipta.

Pasal 8

Hak Cipta atas karya terjemahan diakui sebagai ciptaan tersendiri dan mendapatkan perlindungan berdasarkan Undang-undang Hak Cipta, dengan ketentuan bahwa hak moral Pemegang Hak Cipta harus diperhatikan.

Pasal 9

(1)
Pemerintah melakukan pengawasan atas peredaran dan pemanfaatan karya ciptaan yang dihasilkan dari pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2)
Semua karya terjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan yang dihasilkan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini hanya diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, serta hanya untuk memenuhi kebutuhan pemakaian di wilayah Negara Republik Indonesia.
(3)
Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri Kehakiman setelah mendengar pertimbangan Menteri atau Pimpinan Instansi lainnya yang tugas dan kewenangannya berkaitan dengan masalah tersebut.

BAB III

PENILAIAN TENTANG KEPENTINGAN DAN PERLUNYA DILAKUKAN PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN SUATU CIPTAAN

Pasal 10

Penilaian bahwa suatu ciptaan penting dan bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan penelitian dan pengembangan, sehingga karenanya perlu untuk diterjemahkan dan atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, dilakukan oleh Menteri Kehakiman dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Hak Cipta.

Pasal 11

(1)
Lembaga pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta di Indonesia, dan lembaga-lembaga lainnya yang berkepentingan atas kemajuan ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan pengembangan, dapat menyampaikan usul kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan bahwa suatu ciptaan perlu diterjemahkan dan atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
(2)
Usul-usul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan tembusan kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga yang lingkup tugas, tanggung jawab dan kewenangannya mencakup bidang yang berkaitan dengan ciptaan tersebut.
(3)
Usul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus dilengkapi dengan contoh ciptaan yang dimaksud, pertimbangan-pertimbangan yang mendasari, tujuan yang akan dicapai, manfaat pasti yang akan diperoleh, dan lain-lain hal yang mendasari usul tersebut.

Pasal 12

Apabila dalam waktu yang bersamaan diterima dua usul atau lebih yang menyangkut bidang kepentingan yang sama dan mengandung materi yang hampir sama, maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan wajib memberikan pertimbangan yang jelas apakah usul tersebut dipilih salah satu atau perlu dipertimbangkan semuanya.

Pasal 13

(1)
Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Menteri Kehakiman menetapkan persetujuan atau penolakan terhadap usul dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12.
(2)
Persetujuan atau penolakan terhadap usul dan pertimbangan tersebut, dan penetapan bahwa sesuatu ciptaan wajib diterjemahkan dan/atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, berikut pembebanan kewajiban terhadap Pemegang Hak Cipta, dilakukan Menteri Kehakiman setelah memperhatikan pertimbangan Dewan Hak Cipta.

BAB IV

TATA CARA PEMBERITAHUAN PERMINTAAN DAN PEMBEBANAN KEWAJIBAN

Pasal 14
(1)
Menteri Kehakiman menyampaikan surat pemberitahuan mengenai permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 secara langsung kepada Pemegang Hak Cipta dengan mencantumkan :
a.
alasan yang jelas yang mendasari permintaan;
b.
judul atau nama ciptaan;
c.
permintaan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia;
d.
jumlah terjemahan dan/atau perbanyakan yang diperlukan dengan menunjuk perincian tiap-tiap volume ciptaan;
e.
batas waktu untuk menyatakan kesediaan dan/atau pemberitahuan apakah Pemegang Hak Cipta akan melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan tersebut, cara pemenuhan permintaan yang akan ditempuh, dan dalam hal ditempuh melalui perjanjian/lisensi, nama dan badan hukum Indonesia yang ditunjuknya;
f.
hak-hak yang dimiliki Pemegang Hak Cipta;
g.
lain-lain hal yang perlu untuk diketahui Pemegang Hak Cipta.
(2)
Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan oleh dinas pos surat

pemberitahuan kedua tidak dikembalikan oleh dinas Pos, maka pemberitahuan itu dianggap telah diterima oleh Pemegang Hak Cipta dan untuk itu diberlakukan ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 15

(1)
Dalam hal Pemegang Hak Cipta menyatakan kesediaan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan, maka pelaksanaannya harus telah mulai dilakukan selambat-lambatnya dalam kurun waktu 18 (delapan belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
(2)
Apabila pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan tersebut akan dilakukan melalui pemberian lisensi tetapi Pemegang Hak Cipta menghadapi kesulitan karena tidak diperolehnya kesepakatan mengenai besarnya royalti atau tata cara pembayarannya, Menteri Kehakiman atas permintaan pihakpihak yang bersangkutan dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan bagi tercapainya kesepakatan tersebut.

Pasal 16

(1)
Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Pemegang Hak Cipta sama sekali tidak memberikan tanggapan atas permintaan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan, atau menolaknya, maka Menteri Kehakiman menyampaikan surat pemberitahuan mengenai adanya kewajiban untuk memberi lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
(2)
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan memperhatikan ketentuan tentang tata cara dan hal-hal sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Dalam hal berlangsung keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemberian lisensi diminta agar telah terlaksana dalam jangka waktu 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan oleh dinas Pos.

Pasal 17

(1)
Apabila Pemegang Hak Cipta secara tertulis menyatakan tidak bersedia untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), atau tidak memberi tanggapan sama sekali, sedangkan surat-surat pemberitahuan yang dikirimkan melalui Dinas Pos kepadanya tidak dikembalikan kepada Menteri Kehakiman, atau tidak juga melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2), maka Menteri Kehakiman setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta menetapkan bahwa penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan dilakukan sendiri oleh Pemerintah.
(2)
Menteri Kehakiman setelah berkonsultasi dengan Menteri lain yang terkait, menunjuk badan usaha milik negara yang berusaha di bidang antara lain penerbitan untuk dan atas nama Pemerintah melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan yang bersangkutan.

Pasal 18

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 berlaku pula apabila badan hukum Indonesia yang diberi lisensi oleh Pemegang Hak Cipta untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sesuatu ciptaan di wilayah Negara Republik Indonesia ternyata tidak melaksanakannya dalam waktu yang ditetapkan.

Pasal 19

(1)
Penetapan bahwa pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan akan dilakukan sendiri oleh Pemerintah diberitahukan oleh Menteri Kehakiman dengan surat tercatat kepada Pemegang Hak Cipta melalui dinas Pos atau bilamana mungkin melalui saluran diplomatik.
(2)
Pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, disertai dengan pemberian imbalan yang besarnya, cara perhitungannya, dan tata cara penyerahannya didasarkan atas Peraturan Pemerintah ini.

BAB V IMBALAN

Pasal 20
(1)
Menteri Kehakiman setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta menetapkan besarnya imbalan yang harus diberikan kepada Pemegang Hak Cipta atas penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan yang dilakukan sendiri oleh Pemerintah.
(2)
Penetapan besarnya imbalan dilakukan dengan memperhatikan komponen atau unsur biaya dan tata cara perhitungannya yang lazim digunakan dalam lisensi penerbitan.

Pasal 21

(1)
Penyerahan imbalan dilakukan dengan cara yang cepat, mudah dan langsung kepada Pemegang Hak Cipta.
(2)
Pelaksanaan ketentuan tentang penyerahan imbalan diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dan Menteri Keuangan.

Pasal 22

Dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak bersedia menerima imbalan yang ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, maka imbalan tersebut dititipkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

BAB VI PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta Pada Tanggal 14 Januari 1989 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ttd. SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta Pada Tanggal 14 Januari 1989 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ttd. MOERDIONO

PENJELASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 1989

TENTANG

PENERJEMAHAN DAN ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, DAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

I. UMUM

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur, secara materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.

Dengan arah seperti itu, kemajuan yang diinginkan bukan saja untuk bidang-bidang yang bersifat lahiriah seperti kebutuhan pangan, papan, sandang, dan kesehatan. Kemajuan yang diinginkan bukan juga semata-mata pemenuhan kebutuhan batiniah seperti rasa aman, pendidikan, keadilan, kebebasan mengemukakan pendapat yang bertanggung jawab, dan lain-lain. Yang ingin diwujudkan adalah adanya keselarasan antara keduanya. Keselarasan antara manusia dengan Tuhan-nya, dan antar kehidupan masyarakat itu sendiri baik dalam arti sebagai satu bangsa maupun dalam kerangka kehidupan antar bangsa. Hal yang terakhir ini perlu memperoleh perhatian, karena pada dasarnya tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk ikut serta mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.

Sebagai konsepsi, dengan demikian pembangunan nasional tidak hanya menjadikan manusia sebagai obyek atau sasaran. Kegiatan pembangunan pada akhirnya juga dilaksanakan oleh manusia pula. Dengan kata lain bagaimana wujud program yang disusun, tingkat pelaksanaannya, dan hasil yang dapat dicapai, akan sangat dipengaruhi oleh kualitas manusia yang mendukungnya. Pengertian mengenai hal di atas menjadi penting, karena semuanya menunjukkan hakikat pembangunan nasional sebagai upaya pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia yang tumbuh dengan segala rasa, karsa, dan ciptanya.

Pemahaman ini menunjukkan betapa perlunya perhatian yang lebih besar terhadap sumber daya manusia. Yang dimaksudkan sudah barang tentu, kualitas manusia dalam keutuhannya, yang dengan rasa, karsa, dan ciptanya telah menyuburkan dan meningkatkan harkat dan martabat melalui karya-karya intelektual mereka.

Ilmu pengetahuan, seni dan sastra, adalah karya cipta yang pada dasarnya merupakan karya intelektual. Karya-karya seperti itu tidak sekedar memiliki arti sebagai hasil akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Oleh karenanya, pengembangan dan perlindungan karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra tidak mungkin dilepaskan dari usaha untuk lebih mengembangkan sumber daya manusia Indonesia.

Di bidang ini harus diakui bahwa Indonesia masih banyak memerlukan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan, metoda dan hasil-hasil kegiatan penelitian dan pengembangan dari bangsa lain. Termasuk di dalamnya, karya-karya ciptaan di berbagai bidang terutama yang tertuang dalam bentuk buku. Sejauh ciptaan tersebut tersedia di Indonesia, sudah barang tentu tidaklah menjadi masalah. Cara bagaimana ciptaan tersebut dapat tersedia, pada dasarnya diserahkan seluas-luasnya kepada masyarakat. Dengan sendirinya, sejauh hal itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya di bidang Hak Cipta. Mekanisme niaga yang lazim, seperti melalui impor atau melalui perjanjian lisensi yang saling menghormati dan saling menguntungkan, betapapun perlu didorong dan ditingkatkan.

Namun begitu, mungkin pula terjadi bahwa berdasarkan penelitian kemudian ternyata bahwa sesuatu ciptaan sangat diperlukan bagi kemajuan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, atau bagi kemajuan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia, tetapi ciptaan tersebut belum tersedia di Indonesia atau tidak cukup tersedia karena sangat terbatasnya impor. Karenanya, sudah pada tempatnya pula apabila Pemerintah mengusahakan agar Pemegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut bersedia menerjemahkan dan/atau memperbanyaknya di wilayah Indonesia. Dengan begitu, latar belakang pemikiran dan sekaligus tujuan daripada ini semua, adalah tersedianya dalam jumlah yang cukup sesuatu ciptaan, yang dinilai sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bidang-bidang di atas. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah, apabila masalahnya hanya tersedianya ciptaan, yang diperlukan dalam jumlah yang cukup, dapatkah permintaan itu segera diatasi oleh Pemegang Hak Cipta dengan jalan menambah pemasukannya (ekspor) ke Indonesia kepada rekannya di Indonesia, sebelum masalahnya berkembang menjadi obyek yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah ini. Jawabnya sudah barang tentu dapat saja hal itu dilakukan, sebab hal itu berarti dihindarkannya alasan-alasan yang menjadi dasar diberlakukannya pembebanan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Ia dapat memenuhinya dengan mengekspor sesuai dengan praktek perdagangan buku yang lazim, atau memberi lisensi bagi penerjemahan dan/atau perbanyakannya di Indonesia.

Langkah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berbeda dan sama sekali bukanlah merupakan perampasan atau penyitaan, atau yang sejenis dengan itu. Yang berlangsung adalah upaya agar ciptaan yang bersangkutan dapat tersedia dalam bentuk terjemahan dan/atau perbanyakannya di Indonesia. Memang ada kewajiban yang dibebankan. Tetapi bukan perampasan. Bukan pula penyitaan. Sebab, kegiatan untuk itu pada dasarnya dan pertama-tama tetap diminta agar dilakukan sendiri oleh Pemegang Hak Cipta. Bahwa cara yang ditempuhnya harus melalui pemberian lisensi kepada badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang antara lain penerbitan, semestinya tidak menimbulkan masalah karena memang cara itulah yang paling praktis dan realistik. Penentuan syarat-syaratnya pada dasarnya juga tetap diserahkan kepada kesepakatan kedua pihak yang bersangkutan. Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak, juga tetap dijunjung tinggi.

Hanya apabila Pemegang Hak Cipta tidak bersedia melakukannya, Pemerintah yang akan melaksanakannya sendiri. Sekalipun demikian, hal ini tetap berlangsung dengan pemberian imbalan yang sewajar mungkin. Cara perhitungan imbalan itupun, dilakukan dengan cara-cara yang lazim dilakukan dalam perlisensian di bidang itu. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hak Cipta, kewenangan untuk itu hanya ada pada Pemerintah. Itupun baru dapat dilakukan setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.

Dengan latar belakang pemikiran di atas, Peraturan Pemerintah ini disusun sebagai penjabaran Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Cukup jelas.

Angka 3

Kegiatan penelitian dan pengembangan pada hakikatnya juga sering dianggap sebagai kegiatan penemuan teknologi, yaitu upaya penerapan ilmu pengetahuan secara sistematik dalam kegiatan industri dan perdagangan.

Pasal 2

Dengan ketentuan ini maka ciptaan yang menjadi obyek pengaturan Peraturan Pemerintah ini hanya dibatasi pada ciptaan yang benar-benar dinilai penting dan karenanya diperlukan bagi kemajuan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan.

Apabila ciptaan tersebut berwujud buku, maka yang dimaksudkan adalah yang berbahasa asing.

Adapun ciptaan yang menjadi obyek dalam Pasal ini adalah yang selama (tiga) tahun sejak diumumkan, belum pernah diterjemahkan dan/atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.

Arti pengumuman dalam ketentuan ini adalah sama dengan pengertian sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Hak Cipta. Pengumuman itu mungkin dilakukan di Indonesia atau dimanapun juga.

Pasal 3

Ayat (1)

Dalam hal ini Menteri Kehakiman bertindak untuk dan atas nama Pemerintah, setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta.

Ayat (2)

Surat pemberitahuan disampaikan melalui dinas Pos secara tercatat dan bilamana dimungkinkan : melalui saluran diplomatik dengan mana Indonesia memiliki persetujuan kerja sama di bidang kebudayaan dengan Negara dari Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

Pasal 4

Ayat (1)

Pernyataan tersebut pada dasarnya bersifat kesediaan untuk memenuhi permintaan. Oleh karena yang

penting adalah tersedianya ciptaan, maka Pemegang Hak Cipta boleh melakukannya dengan cara :

Pertama, segera mengekspor atau menambah ekspor ciptaan tersebut ke Indonesia;

Kedua, melalui perjanjian lisensi guna menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaan tersebut di

Indonesia;

Ketiga, gabungan kedua cara tersebut.

Jangka waktu 8 (delapan) bulan dinilai cukup untuk mempertimbangkan permintaan dan memberikan

jawaban. Kapan harus dilaksanakan, periksa penjelasan berikutnya.

Tanggal penerimaan surat oleh dinas Pos yang tertera pada bukti pengiriman surat tercatat, digunakan sebagai saat mulai dihitungnya jangka waktu untuk pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan. Pemilihan tanggal penerimaan oleh dinas Pos ini, semata-mata karena penggunaan jasa Pos, telah umum diketahui dan lazim digunakan

Ayat (2)

Jangka waktu 18 (delapan belas) bulan ini juga dihitung dari tanggal penerimaan surat pemberitahuan yang pertama oleh dinas Pos. Yang dimaksud dengan saat mulainya pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan adalah saat Pemegang Hak Cipta mulai melakukan langkah-langkah yang nyata untuk memperbanyak melalui cara ekspor ke Indonesia, atau memberi lisensi guna menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaannya di wilayah Negara Republik Indonesia.

Ketentuan ini diperlukan untuk mencegah upaya yang bersifat semu dari Pemegang Hak Cipta, yaitu sekedar menyatakan kesediaan saja tetapi tidak mewujudkannya dalam langkah-langkah yang kongkrit. Dalam hal pemberian lisensi, jangka waktu selama 18 (delapan belas) bulan tersebut memberikan kesempatan yang sangat cukup kepada Pemegang Hak Cipta untuk menemukan rekan usaha di Indonesia yang dapat diajak bekerja sama dalam rangka penerjemahan dan/atau perbanyakan. Seandainya kesediaan tersebut pada akhirnya baru diberikan pada bulan ke delapan sejak adanya pemberitahuan yang pertama kali, sisa waktu selama sepuluh bulan itupun dipandang masih cukup.

Ayat (3)

Pemegang Hak Cipta tidak diizinkan untuk melaksanakan sendiri secara langsung di Indonesia. Kerja sama tersebut harus dilakukan dengan badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan di Indonesia. Bahwa sebagai penerbit badan hukum tersebut juga memiliki unit atau fasilitas percetakan; tidaklah menjadi masalah. Sebaliknya tidak dibolehkan apabila kerja sama itu dilakukan dengan badan hukum yang semata-mata hanya berusaha di bidang percetakan. Untuk kelancaran pelaksanaannya, apabila perlu Pemerintah membantu Pemegang Hak Cipta dengan menyampaikan daftar badan hukum serupa itu, atau alamat asosiasi-nya.

Pasal 5

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah kesulitan yang mungkin dihadapi untuk melakukan penerjemahan karena belum adanya penerjemah yang mampu menerjemahkan secara benar dan tepat, atau kesulitan penerjemah untuk memenuhi permintaan menyelesaikan penerjemahan tersebut dalam waktu tertentu berhubung dengan banyaknya penerjemahan yang harus diselesaikannya.

Dalam hal demikian, Pemerintah dapat mempertimbangkan bahwa pelaksanaannya baru dipenuhi terbatas pada perbanyakan. Dengan demikian dalam kasus seperti ini yang diperbanyak adalah ciptaan yang asli. Hal ini berarti hanya penundaan kewajiban penerjemahan. Bilamana kesulitan sebagai di atas telah teratasi, maka penerjemahan dan perbanyakan harus segera dilakukannya. Di lain pihak, apabila Pemerintah dapat menunjukkan penerjemah yang mampu melaksanakannya dengan benar dan tepat, Pemerintah menyampaikannya kepada Pemegang Hak Cipta. Dalam hal ini, Pemerintah tidak mempertimbangkan permintaan untuk hanya melaksanakan perbanyakan saja.

Pasal 6

Langkah ini ditempuh setelah langkah pertama yang berupa permintaan dan dengan tetap memberikan kebebasan tentang cara pelaksanaan yang begitu lunak, tidak ditanggapi atau ditolak oleh Pemegang Hak Cipta. Dalam hal demikian, kepada Pemegang Hak Cipta kemudian diberitahukan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan tersebut dengan cara memberikan lisensi kepada badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaannya tersebut.

Kata "antara lain" pada bagian kalimat "badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan" tidak berarti pengarahan bahwa badan usaha tersebut mempunyai berbagai bidang usaha termasuk penerbitan. Sebaliknya hal itu menunjuk lingkup usaha yang khusus. Kalau ciptaan tersebut berupa karya yang diwujudkan dalam bentuk buku, maka badan hukum tersebut haruslah yang berusaha di bidang penerbitan.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 8

Hasil terjemahan pada dasarnya merupakan karya tersendiri, yang karenanya memperoleh perlindungan sebagai ciptaan. Sekalipun begitu, hak moral yang antara lain meliputi nama Pemegang Hak Cipta, termasuk nama penciptanya, untuk dicantumkan secara lengkap dalam karya terjemahan tersebut harus tetap diperhatikan dan dipenuhi.

Pasal 9

Ayat (1)

Pengawasan ini dimaksudkan agar usaha-usaha untuk membuat agar ciptaan tersedia secara cukup berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, benar-benar mencapai sasaran yaitu kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Ayat (2)

Hasil penerjemahan dan/atau perbanyakan tersebut tidak boleh diekspor.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 10

Dengan ketentuan ini, maka tidak setiap orang dapat menyatakan bahwa sesuatu ciptaan penting bagi kegiatan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia. Bidang-bidang tersebut penting bagi kemajuan Bangsa dan Negara. Karenanya, yang menilai adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri Kehakiman.

Kewenangan ini dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Hak Cipta.

Pasal 11

Ayat (1)

Usul harus datang dari lembaga yang langsung mengelola atau menjalankan kegiatan pendidikan, atau yang berkepentingan dengan pembinaan dan usaha untuk memajukan ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Lembaga seperti ini, dapat dimiliki Pemerintah maupun swasta.

Pembatasan di atas perlu diadakan agar hanya pihak-pihak yang secara langsung berkepentingan sajalah yang berurusan dengan masalah tersebut. Pembatasan lembaga yang boleh menyampaikan usul ini dimaksudkan untuk menjaga agar tujuan tersebut tidak dicemari oleh kepentingan yang sebenarnya semata-mata bersifat ekonomi finansial tetapi menggunakan dalih kepentingan nasional. Begitu pula penyampaian melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut dimaksudkan agar usul-usul tersebut dapat diteliti terlebih dahulu secara fungsional dan terpusat.

Hasil penelitian selanjutnya disusun dengan memperhatikan pertimbangan dari Menteri atau Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. Dengan disertai pendapat terhadap hasil penelitian, usul tersebut selanjutnya disampaikan kepada Menteri Kehakiman. Dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tugas ini diselenggarakan oleh satuan organisasi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ayat (2)

Bila usul tersebut menyangkut kepentingan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi industri, maka tembusan usul harus disampaikan kepada Menteri Perindustrian dan Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Bila usul menyangkut kepentingan pendidikan, tembusan usulan disampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu seterusnya bila menyangkut kepentingan ilmu pengetahuan, tembusannya disampaikan kepada Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Menteri atau Pimpinan Lembaga tersebut, secepatnya memberikan pertimbangan dan saran terhadap usul tadi, dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri Kehakiman melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ayat (3)

Cukup jelas, dan selanjutnya lihat pula penjelasan Pasal 14 ayat (1).

Pasal 12

Sering kali terdapat beberapa ciptaan, misalnya buku, yang membahas cabang Ilmu pengetahuan yang sama.

Tetapi tidak mungkin diantara beberapa ciptaan tersebut terdapat kesamaan yang mutlak. Biasanya masingmasing memiliki kelebihan dari yang lain atau sebaliknya. Bila perbedaan diantaranya begitu besar, maka hal itu berarti memiliki sifat saling melengkapi. Dalam hal ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan pendapat kepada Menteri Kehakiman untuk mempertimbangkan semuanya, atau beberapa diantaranya.

Pasal 13

Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Menteri Kehakiman mengkaji dan mempertimbangkan usulan dan saran tersebut bersama Dewan Hak Cipta. Pertimbangan Dewan Hak Cipta disampaikan secara resmi kepada Menteri Kehakiman sesuai dengan

tata cara dan prosedur kerja yang ditetapkan Dewan Hak Cipta.

Pasal 14

Ayat (1)

Pencantuman hal-hal yang perlu diketahui tersebut dimaksudkan untuk memberikan kejelasan bagi Pemegang Hak Cipta. Surat pemberitahuan disampaikan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Ayat (2) Dengan ketentuan ini, diharapkan Pemegang Hak Cipta segera memberikan tanggapan atas surat pemberitahuan tentang persetujuan atau penolakannya.

Dalam hal penolakan, harus disertakan pula alasan-alasannya yang jelas. Persetujuan untuk memenuhi permintaan disertai dengan penjelasan tentang cara dan rencana pelaksanaannya : akan melakukannya dengan memperbanyak pemasukan (ekspor) ke Indonesia, atau dengan memberikan lisensi, atau gabungan kedua cara tersebut. Kalau kesediaan untuk hanya memperbanyak disebabkan karena kesulitan memperoleh tenaga atau badan penerjemah yang dapat melakukan penerjemahan dengan benar dan tepat, Menteri Kehakiman dapat memberikan bantuan dengan memberitahukan alamat tenaga atau badan penerjemah yang diketahuinya.

Pasal 15

Ayat (1)

Mengenai cara pelaksanaan, periksa penjelasan Pasal 14 ayat (2). Tetapi kalau ia melihat bahwa penerjemahan dan/atau perbanyakan melalui cara selain pemasukan (ekspor) ke Indonesia merupakan cara yang lebih menguntungkan, ia tidak dapat melakukannya sendiri di Indonesia.

Untuk itu, ia perlu menunjuk dan bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan. Kerja sama seperti itu, biasanya berlangsung dalam bentuk perjanjian pemberian lisensi. Apabila cara itu ditempuh, maka kedua belah pihak bebas untuk merundingkan syarat-syaratnya sendiri.

Bagi Pemerintah, yang penting adalah tersedianya ciptaan tersebut di Indonesia.

Bila kesediaan tersebut diberikan pada akhir bulan kedelapan, maka ia masih memiliki waktu 10 (sepuluh) bulan untuk memulai kegiatan penerjemahan dan/atau perbanyakan. Kalau kesediaan tersebut diberikan lebih awal lagi, maka waktu untuk memulai kegiatan tersebut menjadi lebih longgar.

Ayat (2)

Bantuan tersebut tidak berarti campur tangan. Sebab pada dasarnya hal itu diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Hanya kalau usaha tersebut benar-benar menghadapi jalan buntu, Menteri Kehakiman membantu mencarikan pemecahannya, antara lain dengan menawarkan cara penghitungan yang wajar dan berlaku, serta dengan memperhatikan daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya.

Pasal 16

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur kemungkinan bila sampai dengan lewatnya jangka waktu 8 (delapan) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Pemegang Hak Cipta sama sekali tidak memberikan jawaban atas surat pemberitahuan, atau baru pada saat-saat terakhir menyatakan penolakan terhadap permintaan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan. Dalam hal ini, Menteri Kehakiman memberitahukan secara tertulis dan langsung tentang adanya kewajiban untuk memberi lisensi kepada badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan.

Ayat (2)

Pemberitahuan tersebut dilakukan secara tertulis, langsung kepada Pemegang Hak Cipta, dan mencantumkan hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1).

Ayat (3)

Apabila penolakan tersebut baru dinyatakan kepada Menteri Kehakiman menjelang atau setelah berakhirnya jangka waktu 8 (delapan) bulan, atau hingga berakhirnya jangka waktu tersebut tidak ada tanggapan sama sekali, maka kepada Pemegang Hak Cipta disediakan waktu untuk segera memberi lisensi dalam waktu 10 (sepuluh) bulan.

Jangka waktu tersebut pada dasarnya adalah selisih waktu antara jangka waktu yang disediakan untuk paling lambat melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan dalam Pasal 4 ayat (2), dengan jangka waktu untuk pemenuhan permintaan yang disediakan dalam Pasal 4 ayat (1). Dengan sendirinya sisa jangka waktu 10 (sepuluh) bulan tersebut, sudah termasuk di dalamnya untuk juga mulai melaksanakan penerjemahan dan atau perbanyakan tersebut. Oleh karena itu, bila pernyataan tidak bersedia atau menolak untuk memenuhi permintaan tersebut berlangsung lebih awal, sisa waktu tersebut berarti dapat lebih panjang, sampai berakhirnya jangka waktu 18 (delapan belas) bulan seperti diatur dalam Pasal 4 ayat (2) tadi.

Pasal 17

Ayat (1)

Ketentuan ini dengan demikian diberlakukan dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak bersedia melaksanakan kewajiban, atau tidak menanggapi sama sekali pemberitahuan tentang kewajiban, atau kalau menyatakan kesediaan tetapi tidak mulai melaksanakannya dalam waktu yang ditentukan. Ketentuan ini juga diberlakukan dalam hal serupa, seperti diatur dalam Pasal 15 ayat (1).

Ayat (2)

Menteri lain yang terkait antara lain adalah Menteri yang lingkup tugas dan kewenangannya meliputi pembinaan usaha penerbitan atau Menteri yang berkaitan dengan sifat dan materi ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

Pasal 18

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya semacam persekongkolan antara Pemegang Hak Cipta dan badan hukum Indonesia yang menerima lisensi yang merugikan Bangsa dan Negara. Jangka waktu tersebut adalah sama dengan jangka waktu pelaksanaan yang disediakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang diberikan adalah imbalan, dan bukan royalti ataupun ganti rugi.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Sekalipun namanya imbalan, tetapi tidak berarti bahwa penetapan besar atau jumlahnya kemudian dapat dilakukan tanpa dasar. Penetapan besarnya imbalan tetap dengan memperhatikan komponen atau unsur biaya yang lazim digunakan dalam penghitungan biaya-biaya dalam usaha penerbitan dengan lisensi.

Dengan begitu, pada dasarnya penetapan imbalan itupun berlangsung dengan wajar.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penyerahan imbalan yang cepat adalah, tidak tertunda-tunda.

Mudah, dalam arti sedikit mungkin prosedur yang harus dilewati dan tanpa perantara/pihak ketiga lainnya

(broker).

Pengiriman imbalan dilakukan dengan jasa bank. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.


Referencia del documento de la OMC
IP/N/1/IDN/2
IP/N/1/IDN/2/Rev.1
Datos no disponibles.

N° WIPO Lex ID020